Contoh Barbagai macam Vandel, silahkan klik disini
Contoh PIALA dan Daftar Harga klik disini
Contoh Berbagai macam Gordon Wisuda klik disini
Contoh Bendera dan Umbul-umbul klik disini
Contoh Undangan klik disini
Contoh ID Card tebal seperti ATM klik disini
Google Map Murni print klik disini

Kontak kami : SMS - WA: 085 235 1925 36 BBM: 7698AE4A
Pembayaran Pesanan dan DP bisa via BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga dan Mandiri
Masuk ke TokoPedia Murni Print klik disini
Masuk ke Facebook Murni Print klik disini
-------------------
Cara Menambah Penghasilan dari Blog Gratis-tis klik disini
Lihat TV lokal
Beli Pulsa Automatis CEPAT 24 Jam klik disini atau ingin usaha PPOB Jual pulsa elektrik Daftar Gratis di Bebas Bayar Gratis tapi Dahsyat
Solusi Transaksi online / Bayar dengan uang elektrik klik disini

Permisi Agan..... Ada Info penting

Ini Blog Pribadi yang Berisi Artikel-artikel penting (bagi saya), Baik Tulisan saya sendiri maupun dari berbagai Sumber, Semoga Manfaat Juga Untuk teman-teman yang membutuhkan

28 Februari 2011

Penyuluh Agama

Di lingkungan Departemen Agama diklat yang diberikan kepada penyuluh agama memiliki peran sangat strategis dalam meningkatkan kemampuan penyuluh agama dalam mengoftimalkan tugas dan fungsinya dilapangan. Hal ini disebabkan keberadaan penyuluh agama memiliki makna yang penting dalam mengkomunikasikan ajaran agama dan program-program pembangunan dengan bahasa agama kepada masyarakat.


Pembakuan istilah penyuluh agama dan pengangkatan penyuluh agama dalam jabatan fungsional makin mempertegas eksistensi dan identitas para penyuluh Agama di tengah masyarakat, serta untuk mempertajam tugas dan fungsi yang dijalankan.Sebagaimana dalam Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, disebutkan bahwa tugas pokok penyuluh agama adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Maka, peranan Penyuluh Agama dalam melaksanakan tugas operasional Departemen Agama sangatlah penting dan strategis, karena tugas tersebut tidak hanya melaksanakan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat, tetapi juga memberikan penerangan dan motivasi terhadap pelaksanaan program-program pembangunan melalui pendekatan keagamaan dengan bahasa agama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan kompetensi penyuluh agama ahli (Islam) di Lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat.Pokok permasalahan yang diteliti adalah “bagaimanakah analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan kompetensi Penyuluh Agama ahli  (Islam) di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat ?”.
Dari permasalahan dan tujuan penelitian di atas diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni:
  1. Manfaat akademik memperkaya pengetahuan dan pemahaman teoritis manajemen sumber daya manusia pada umumnya dan analisis kebutuhan diklat sebagai pendukung pengembangan SDM pada khususnya.
  2. Mamfaat praktis yaitu sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi Kantor Wilayah Departemen Agama dalam mewujudkan Visi dan Misinya.
Adapun teori- teori yang berkenaan dan menjadi dasar dalam penelitian ini adalah:
1.     Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia 
Menurut Mondy dan Noe dalam Human Resource Management mendifinisikan : “Human resource mangement is the utilization of human resource to achieve organization objective”.Dan ditambahkan oleh Mondy dan Noe bahwa :“…six functional areas are associated with effective human resource management : human resource planning,  recruitment, and selection; human resource development, compensation and benefit; safety and health; employee and labor relations; and human resource research”. Sedangkan menurut Dessler dalam Human Resource Management adalah : “Human resource management is the process of acquiring, training, appraising, and compensation employees, and attending to their labor relations, health and safety, and fairness concerns”.
Dari pendapat diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan sumberdaya manusia, penarikan dan seleksi, pengembangan sumberdaya manusia, kompensasi dan benefit, keselamatan dan kesehatan, hubungan kerja, dan penelitian sumberdaya manusia, yang pada hakekatnya adalah serangkaian upaya untuk  mengoptimalkan sumber daya sesuai dengan kompetensi yang dituntut organisasi untuk mencapai sasaran dan misinya.
2.     Konsep Pendidikan dan Pelatihan 
Menurut Mondy dan Noe dalam Human Resource Management (1993 :272)  mendifinisikan :“Human resource development (HRD) si planned, continuous effort by management to improve employee competency levels and organizational performance through training, education, and development programs. Training includes those activities that serve to improve an individual’s performance on a currently held job or one related to it. Education consists of learning new skill, knowledge, and attitudes that will anable the employee to assume a new job involving different tasts at some future time. Development involves learning oriented to both personal and organizational growth but is not restricted to a specific present or future job. 
Menurut Flippo (dalam Melayu S.P Hasibuan, 1997 : 68-69) mendifinisikan :“Pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh (Education concerned with increasing general knowledge and understanding of our total environment), sedangkan pelatihan adalah merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu (training is the act of increasing the knowledge and skill of an employee for doing a particular job)”.
Menurut pendapat diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh organisasi dalam mengarahkan para pegawainya untuk menguasai berbagai keterampilan dan pengetahuan tertentu yang dibutuhkan pada saat ini maupun pada masa yang akan datang dalam menjawab adanya kesenjangan antara pengetahuan. keterampilan dan sikap pegawai pada suatu organisasi yang dilakukan secara sistimatis dan terus menerus baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja disamping membentuk sikap dan tingkah laku para pegawai untuk melaksanakan tugas-tugas yang diamanahkan.
3.     Analisis Kebutuhan Diklat 
Analisis kebutuhan menurut Briggs (dalam konsep AKD LAN) adalah “suatu proses untuk menentukan apa yang seharusnya (sasaran-sasaran) dan mengukur jumlah ketimpangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya”.Adapun yang dimaksud dengan Analisis Kebutuhan Diklat menurut Rosset dan Arwady (dalam Konsep Dasar AKD LAN) menyebutkan bahwa : “Training Needs Assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru. Dinyatakan Rosset bahwa Training Needs Assessment yang selanjutnya disebut analisis kebutuhan diklat atau penilaian kebutuhan Diklat sering kali di sebut pula sebagai analisis permasalahan, analisis pra diklat, analisis kebutuhan atau analisis pendahuluan.
Dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa analisis kebutuhan diklat adalah analisis awal atau analisis pra diklat untuk menemukan adanya suatu kesenjangan dalam  pengetahuan, keterampilan dan sikap serta menentukan tipe program pembelajar yang diperlukan dan mengidentifikasi kebutuhan diklat yang sesungguhnya dalam memenuhi kebutuhan standar dari suatu jenis pekerjaan dalam sebuah organisasi.
Menurut Harris dalam Managing people at work (1976:422-423) mengatakan yaitu :“…the determination of training needs in an organization must contain thee types of analyses-organization analysis, operations analysis, and man analysis. Organization analysis centers primarily upon the determination of the organization’s goal, its resources, and the allocation of the resources as they relate to organization goal. The analysis of organization objectives establishes the framework in which training needs can be defined more clearly. Operations analysis “focuses on task or job regardless of employee performing the job.” This analysis includes the determination of the worker must do-the specific behavior required-if the job is to be performed effectively. The concentration here is upon the task at hand not on the individual performing the task.Once the required behavior for each job becomes known, the man analysis can occur. Man analysis reviews the knowledge, attituded, and skills of the incumbent in each position and determines what knowledge, attituded, or skills he must acquire and what alterations in his behavior he must make if he is to contribute satisfactorily to the attainment of organizational objectives.”  Selanjutnya Harris menambahkan dari analisis diatas akan menimbulkan tiga pertanyaan yaitu :“In effect, the analysis proces raises three questions :
  1. Where is the organization going (in term of objectives) ?
  2. What behavior (performance) is necessary from each job incumbent if he is to contribute effectively to the achievement of the organization’s objectives ?
  3. Is each incumbent adequately prepared in knowledge, attitudes, and skill to perform his role effectively ? if he is not, what training will be necessary for him to be adequately prepared. Sejalan dengan pendapat diatas, berdasarkan sistem model organisasi, umumnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkat kebutuhan diklat : Kebutuhan diklat pada tingkat organisasi. Pada bagian manakah/unit kerja manakah yang masih perlu diklat;Kebutuhan diklat pada tingkat jabatan. Pada kebutuhan diklat tingkat jabatan, akan mendeteksi pula pengetahuan, keterampilan dan sikap apa yang masih diperlukan untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab dari suatu jabatan (occupation);Kebutuhan diklat pada tingkat individu. Dalam menetapkan kebutuhan diklat individu harus didahului dengan penetapan kebutuhan diklat organisasi dan kebutuhan diklat jabatan, sehingga dapat menetapkan siapa-siapa yang memerlukan diklat dan diklat apa yang diperlukannya. Disini mengungkapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap apa yang diperlukan individu-individu pemegang jabatan dari organisasi bersangkutan.
Jadi hemat penulis dari pendapat diatas, bahwa identifikasi masalah atau kebutuhan merupakan informasi utama dalam proses analisis kebutuhan diklat. Sehingga  akan terlihat kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap saat ini dengan kemampuan yang diharapkan yaitu kemampuan penyuluh agama ahli di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dapat digunakan oleh Balai Diklat Keagamaan dalam menetukan program diklat yang akan dilaksanakan.
4.     Pentingnya Analisis Kebutuhan Diklat dalam Penyusunan Program Pendidikan dan pelatihan 
Ilyoid A. Stanley dalam Taudjiri (2001) mengemukakan pentingnya analisis kebutuhan pelatihan sebagai berikut :   It is impsible to develop training objectives appropriate if training needs are not properly assessed.  Not every problem will respond to a training solution. It is therefore necessary to separate those problem that will respond to training solution from those which require other forms of intervention. This is facilitated by the proper assessment of training needs.§               The proper assessment of training needs allows for meaningful follow-up to take training activity, in term of providing for the application of new knowledge and skill in the job. Dengan identifikasi kebutuhan diklat yang memang betul-betul diperlukan oleh organisasi melalui analisis kebutuhan diklat sangat memungkinkan tersusunnya program diklat yang relevan dengan jenis  dengan kebutuhan organisasi, hal ini dapat dipahami bahwa identifikasi jenis diklat sebagai hasil dari analisis kebutuhan diklat memang betul-betul didasarkan pada kebutuhan, dimana kegiatan ini bertujuan untuk mencari atau mengidentifikasi kemampuan-kemampuan apa saja yang diperlukan oleh pegawai dalam menunjang kebutuhan organisasi sebelum penyusunan program diklat. Dan dari tujuan dilaksanakannya analisis kebutuhan diklat disimpulkan antara lain adalah :
  1. Mengumpulkan data dan fakta, kemampuan yang diharapkan dan kemampuan yang senyatanya;
  2. Melahirkan rumpun-rumpun pengetahuan yang diperlukan yang pada gilirannya akan melahirkan kurikulum dan jenis diklat yang diperlukan dalam mendukung tugas pokok dan fungsi.
5.     Faktor-Faktor Penyebab Kebutuhan Diklat 
Terdapat beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu munculnya kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Tidak memenuhi kompetensi jabatan, tidak tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi dalam organisasi.Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu :
  1. low productivity;
  2. high absenteeism;
  3. high turnover;
  4. low employee morale;
  5. high grievances;
  6. strike;
  7.  low profitability.
Ketujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi pendidikan dan pelatihan secara efektif kepada karyawan.Dari beberapa faktor-faktor penyebab kebutuhan diklat diatas, diketahui faktor-faktor yang menghambat dalam meningkatan kompetensi khususnya penyuluh agama dilingkungan Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB dengan tingkat perubahan yang sangat cepat dituntut untuk memiliki kemampuan, baik kemampuan pengetahuan, keterampilan maupun sikapnya dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka semakin jelas urgennya analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan sebelum pelaksanaan program diklat tersebut.
6. Kompetensi
Lucia & Lapsinge (The Art of Science of Competence Models 1999) dalam Syaiful F. Prihadi (2004) :“A competence is build on the foundation of inherent talent and incorporating the types of skill and knowledge that can be acquitted through learning, effort, and experience. The all innate and acquired abilities manafests in a specific set of behaviors.” Bridget Hogg mengatakan : “The characteristic of a manager that lead to the demonstration of skill and abilities which result in effective performance within an occupation area.” Sedangkan Boyatzis (dalam Syaiful F. Prihadi, 2004) mengatakan : “An underlying characteristic of a person which results in effective and/or superior performance on the job.” Dan dari Konferensi pakar SDM di Johannessburg mengatakan : “A cluster of related knowledge, skill, and attitudes that affects a major part of one’s job (role or responsibility), that correlates with performance on the job, that can be measured against well accepted standart, and that can be improved via training and development.
Adapun Dalam buku Sistem Administrasi Negara kesatuan Republik Indonesia (2002), kompetensi sumber daya aparatur diartikan sebagai tingkat keterampilan, pengetahuan dan tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang individu dalam melaksanakan tugas yang ditekankan kepadanya dalam organisasi. Dapat diklasifikasikan dalam empat jenis kompetensi, yaitu :
  1. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi.
  2. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas-tugas organisasi.
  3. Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu kemampuan melakukan komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya.
  4. Kompetensi Intelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence) yaitu kemampuan untuk berfikir secara strategic dengan visi jauh kedepan. Senada dengan itu, konsep kompetensi bersama dengan konsep komitmen telah dimaknai sebagai modal manusia, yang secara bersama-sama dengan konsumen dan modal structural membentuk modal intelektual organisasi. Dalam konteks ini, kompetensi atau modal manusia dipandang sebagai kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan kemampuan (ability) individu anggota organisasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan professional.Dari beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi merupakan akumulasi karakteristik yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dengan individu yang lain dalam pelaksanaan pekerjaan. Selain itu, kompetensi dapat dipandang sebagai suatu modal keberhasilan suatu organisasi.
7. Penyuluhan Agama
Dalam Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya (Bimas Islam dan Urusan Haji, 2000) pada pasal 1 disebutkan :“Penyuluhan Agama adalah suatu kegiatan bimbingan atau penyuluhan Agama dan pembangunan melalui bahasa agama untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional”. Sedangkan menurut M. Arifin (1979:21) yang dimaksud dengan penyuluhan agama adalah :“Segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar supaya orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa”.
Penyuluhan agama Islam adalah pemberian nasihat tentang kepercayaan atau keyakinan, tata kehidupan manusia dari seseorang kepada orang lainnya dengan cara berhadapan langsung dengan tujuan orang itu mampu menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran yang diberikan. Di kalangan masyarakat Islam telah dikenal pula prinsip-prinsip penyuluhan tersebut dalam al-Qur’an disebutkan yakni :“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat dari Tuhanmu dan merupakan obat penyembuh (penyakit jiwa) yang ada di dalam dadamu dan ia menjadi petunjuk dan rahmat bagi yang beriman” (QS. Yunus : 57).  Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman :“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125). Memperhatikan ayat-ayat diatas, berarti Allah memberikan petunjuk kepada umatnya tentang penyuluhan itu diperlukan, dan tugas itu sekaligus sebagai salah satu ciri dari orang yang beriman.
Berdasar  Keputusan Menko Wasbang PAN Nomor : 54/Kep/MK.WASPAN/9/1999, tentang Jabatan Fungsioal Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, Penyuluh Agama adalah :“Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tangung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan dan penyuluhan agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama”.
Selanjutnya Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 574 Tahun 1999 dan Nomor : 178 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. Dalam SKB tersebut ditetapkan bahwa Penyuluh Agama adalah :“Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama”.
Dalam Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya (Bimas Islam dan Urusan Haji, 2000) dalam pasal 1 di sebutkan :“Penyuluh Agama adalah Pegawai negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama”.
Sedangkan dalam Keputusan Menteri Agama Nomor : 516 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Dan Angka Kreditnya, Penyuluh Agama adalah :“Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama”.  Dari pengertian-pengertian diatas yang dimaksud dengan Penyuluh Agama adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional dan diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama.                   
maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimanakah analisis organisasi pada Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam menyelenggaraan fungsi Pekapontren & Penamas ?
  2. Bagaimanakah pelaksanaan analisis jabatan bagi penyuluh agama ahli (Islam) dilingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat ?
  3. agaimanakah analisis individu penyuluh agama ahli (Islam) dilingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat ?
Sedangkan untuk mengolah hasil  penelitian ini menggunakan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan study pustaka.Adapun key informan dalam penelitian ini adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Kantor Departemen Agama Kota Mataram,  Kepala Bidang Pendidikan  Keagamaan Pondok Pesantren dan Penamas Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Seksi Penyuluhan dan Publikasi Dakwah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebagai berikut :
Daftar Key Informan  Penelitian 
No Informan  Jumlah Ket
1 2 3 4
1 Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat 1 Wawancara terstruktur
2 Kepala Kantor Departemen Agama Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat 1 Wawancara terstruktur
3 Kepala Bidang Peka Pontren dan Penamas Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat 1 Wawancara terstruktur
4 Kepala Seksi Penyuluhan dan Publikasi Dakwah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat 1 Wawancara terstruktur

JUMLAH 4
Adapun tahapan-tahan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
  1. Mengumpulkan data, yaitu data dikumpulkan berasal dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
  2. Mengklasifikasi Materi Data, langkah ini dimaksudkan untuk memilih data yang representatif dan dapat dipergunakan untuk penelitian selanjutnya. Mengklasifikasikan materi data dilakukan dengan menegkelompokan data-data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
  3. Editing, yaitu melakukan penelaahan terhadap data yang terkumpul melalui teknik – teknik yang dipergunakan, selanjutnya dilakukan penelitian dan pemeriksaan kebenaran serta perbaikan apabila terdapat kesalahan sehingga memudahkan proses penelitian lebih lanjut.
  4. Menyajikan data yaitu data yang telah ada dideskrifsikan secara verbal kemudian diberikan penjelasan dan uraian berdasarkan pemikiran logis serta memberikan argumentasi dan ditarik kesimpulan.
Dalam melakukan analisis data diskriptif kualitatif, maka data yang telah dikumpulkan dari wawancara, observasi dan studi pustaka diuraikan dengan bahasa verbal yang kemudian ditarik kesimpulan.
Menurut Arikunto (1998 : 245) Analisis data deskriptif kualitatif adalah :“Menganalisis dengan deskriptif kualitatif adalah memberikan predikat kepada variabel yang diteliti sesuai kondisi yang sebenarnya. Predikat yang diberikan tersebut dalam bentuk peringkat yang sebanding dengan atau atas dasar kondisi yang diinginkan. Agar pemberian predikat dapat tepat maka sebelum dilakukan pemberian predikat, kondisi tersebut diukur dengan persentase baru kemudian di transfer ke predikat”.
Menurut Irawan ( 2004:78-79 ) menyatakan bahwa :  “Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif            (“grounded“). Peneliti membangun kesimpulan penelitiannya dengan cara “mengabstraksikan” data-data empiris yang dikumpulkannya dari lapangan, dan mencari pola-pola yang terdapat didalam data-data tersebut”.
Sedangkan menurut Selltiz,et.all (1967 : 75) menjelaskan pengertian proses analisis suatu penelitian deskriptif sebagai berikut : “Analyzing the result of descriptive study … the process of analysis in cludes : coding the interview replies, observation, etc ( placing each item in the appropriate category ) and tabulating the data ( counting the number of items in each category )”.Yang artinya proses analisis meliputi : memberikan kode jawaban wawancara, observasi, dan lain-lain (menempatkan setiap jawaban dalam katagori yang sesuai, menyusun data).Karena analisis data yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, maka seluruh data mengenai aspek-aspek penelitian akan didapat dengan cara terjun langsung kelapangan yaitu dengan menggunakan ketiga metode tersebut diatas. Untuk menjaga konsistensi proses analisis maka masing-masing pertanyaan penelitian ini akan dianalisis satu persatu. Dimana pengolahan data akan dideskripsikan dalam suatu penjelasan deskkriptif dalam bentuk bahasa verbal yang kemudian ditarik kesimpulan, yang pada akhirnya analisis diharapkan akan dapat mengemukan gambaran yang jelas tentang bagaimana kebutuhan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan kompetensi penyuluh agama ahli (Islam) di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan hasil analisis terhadap sejumlah data yang diperoleh malalui wawancara mendalam, observasi lapangan, dan study pustaka dapat ditarik beberapa kesimpulan  antara lain :
1.   Analisis Organisasi (Organization Analysis)
Bidang Pekapontren dan Penamas Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB mempunyai tugas dan fungsi  pelaksanaan penyuluhan atau bimbingan agama pada masyarakat dan pembangunan terdapat beberapa permasalahan-permasalahan yang mendesak yang harus dengan segera diselesaikan diantaranya sebagai berikut :
  • Dalam pelaksanaan program-program penyuluhan atau bimbingan agama pada masyarakat dan pembangunan belum berjalan optimal sebagaimana dalam visi dan misi Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB, ini disebabkan masih kurangnya peran penyuluh agama ahli di masyarakat, baik kualitas dalam pelaksanaan penyuluhan agama dan pembangunan maupun kuantitasnya yang masih terbatas dan adanya penyuluh agama peralihan yang harus segera disesuaikan dengan kemampuannya.
  • Penyuluh agama ahli masih berperan ganda, selain sebagai penyuluh agama, juga sebagai staf administrasi, untuk terlaksananya bimbingan atau penyuluhan agama di masyarakat dengan optimal agar penyuluh agama tidak dilibatkan menjadi staf administrasi dan dengan mengaktifkan Pokjaluh (kelompok Kerja Penyuluh Agama) di setiap kabupaten/kota.
  • Minimnya program-program pembinaan bagi penyuluh agama ahli, dan minimnya diklat penyuluh agama ahli, maka Bidang Pekapontren dan Penamas harus memperbanyak program-program yang sesuai bagi penyuluh agama dalam DIPA dan peningkatan program diklat bagi penyuluh agama yang dilaksanakan oleh Balai Diklat Keagamaan Denpasar.
2.           Analisis Jabatan  (occupation analysis)
Dalam rincian kegiatan penyuluh agama ahli dilingkungan Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB, kompetensi yang masih diperlukan adalah sebagai berikut :
  • Rincian kegiatan penyuluh agama ahli yang ada belum dapat dilaksanakan oleh penyuluh agama ahli secara mandiri, dan belum terakomodirnya permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi oleh penyuluh agama ahli. Seperti, manajemen konflik, pengetahuan pengembangan sektor kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, budaya dan perlunya pengetahuan tata ruang dan muatan lokal.
  • Dalam persiapan bimbingan atau penyuluhan belum dilaksanakannya identifikasi potensi wilayah atau kelompok sasaran. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang community development pada wilayah sasaran penyuluh agama ahli.
  • Pelaksanaan penyuluhan agama yang dilaksanakan selama ini oleh penyuluh agama ahli melalui tatap muka dan sasaran atau objek penyuluhan yang menjadi prioritas  adalah sebagian besar di wilayah perkotaan. Maka diperlukan bimbingan agama yang lebih instensif dengan proaktif melaksanakan bimbingan agama pada masyarakat yang bermasalah dari rumah ke rumah (door to door).
  • Dalam menyusun hasil pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan bervariasi bahkan penyuluh agama ahli seringkali menyerahkan laporan tersebut ketika menyerahkan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK). Maka diperlukan instrumen laporan yang terstruktur secara priodik sebagai masukan bagi institusi dalam merancang rencana kerja penyuluhan atau bimbingan agama dan pembangunan selanjutnya.
3.           Analisis Individu (individual analysis)
Kompetensi penyuluh agama ahli dilingkungan Kanwil Departemen Agama provinsi NTB saat ini adalah sebagai berikut :
  • Penyuluh agama ahli yang ada masih kurang pengetahuan dan kemampuannya, terutama pada pengembangan bimbingan atau penyuluhan seperti, menyusun pedoman atau petunjuk pelaksana, perumusan arah kebijakan pengembangan bimbingan atau penyuluhan, pengembangan metode bimbingan atau penyuluhan. Maka diperlukan pedoman atau peta dakwah seperti, muatan lokal dan community development dan menentukan daerah-daerah rawan konflik atau daerah yang bermasalah sebagai prioritas dakwah dari tingkat kecamatan hingga ke tingkat kabupaten se Nusa Tenggara Barat.
  • Penyuluh agama ahli yang ada dalam pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan hanya mengandalkan pengalamannya selama menjadi penyuluh agama, maka diperlukan tambahan pengetahuan dan keterampilan dibidang lain seperti, masalah kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekomoni, seni dan budaya, keterampilan dalam mengakses informasi dan teknologi serta keterampilan dalam menulis karya ilmiah.
  • Dalam bidang sosial penyuluh agama ahli masih terfokus pada kelompok binaannya, maka diperlukan komunikasi yang intensif dengan penyuluh agama lainnya dalam membina jaringan hubungan langsung antar penyuluh agama, sehingga jika gangguan keserasian hubungan antar umat beragama segera dapat dirumuskan penyelesaiannya dan menumbuhkembangkan semangat kerukunan melalui kegiatan kemanusian, sehingga masyarakat dapat membudayakan kerukunan beragama di masyarakat.
  • Kelompok kerja penyuluh agama (Pokjaluh) yang ada di lingkungan Kanwil Departemen Agama Provinsi NTB belum berperan optimal dalam menangungi pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan, maka diperlukan kompetensi manajerial dalam menyusun program-program kerja penyuluh agama ahli dengan mengikuti diklat penyuluh agama ahli sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 untuk meningkatkan kompetensi Penyuluh Agama Ahli adalah :
    • Diklat calon penyuluh agama;
    • Diklat penyuluh agama fungsional tingkat dasar dan tingkat lanjutan;
    • Diklat teknis pengembangan profesi penyuluh agama;
    • Diklat instruktur penyuluh agama;
    • Diklat manajemen penyuluh agama.
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan yang penulis lakukan, maka penulis memberikan saran- saran bagi Penyuluh Agama Ahli guna meningkatan kompetensi  sebagai berikut :
  1. Mencermati peran serta dan wibawa aparatur dilingkungan  Kanwil Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam kegiatan sosial keagamaan ditengah-tengah masyarakat perlunya pembinaan dan pengembangan wawasan, pengetahuan dan kemampuan setiap pegawai, dan proaktif meningkatkan kualitas keberagamaan dan menciptakan kerukunan dan toleransi ditengah kemajemukan masyarakat sehingga tercipta aparatur pemerintah yang profesional dan amanah.
  2. Dari hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa latar belakang kebutuhan diklat yang diperlukan oleh penyuluh agama ahli tidak melalui kebutuhan diklat yang matang sebagaimana dalam analisa, maka berdasarkan hasil analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh agama ahli maka perlu dalam pelaksanaan program diklat seperti di dalam kurikulum dimuat hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan peningkatan kompetensi penyuluh agama ahli seperti, Kompetensi Teknis (Technical Competence), seperti Keterampilan dalam metodologi (teknik penyampaian), Bidang pemberdayaan ekonomi, Bidang pendidikan, Bidang kesehatan keluarga, Bidang seni dan budaya, Keterampilan dalam menulis karya ilmiah, Keterampilan dalam mengakses teknologi dan informasi.   Kompetensi Manajerial (Managerial Competence), Kompetensi Sosial (Social Competence), dan Kompetensi Intelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence) seperti Pengembangan bimbingan atau penyuluhan, Pengetahuan tata ruang dan muatan lokal, Pengetahuan Community development pada wilayah sasaran atau kelompok binaannya, dan Manajemen konflik.
  3. Untuk dapat menilai sejauhmana kompetensi dari pegawai, maka hendaknya pegawai menyusun kompetensi yang dimilikinya, sehingga pegawai memiliki pengetahuan dan kemampuan akan jabatan yang diembannya, dan pimpinan mengetahui kapasitas pegawai yang akan diberi amanah.
Sumber : http://sulaiman.blogdetik.com/category/penyuluh-agama/

Tidak ada komentar:

Pulsa Murah Online 24 Jam

www.opulsa.com

Video HAB ke-64

Powered by TripAdvisor